Translate

Kamis, 03 Juli 2014

SYI'AR SHALAT TARAWIH

SYI'AR SHALAT TARAWIH

Oleh: 'Abdullah As-Sughair
Sekretaris Ma'had Rabithah al-Alam al-Islami
Di antara perkara yang disunnahkan oleh Nabi untuk umat ini di dalam bulan Ramadhan adalah shalat tarawih yang telah disepakati oleh ahli ilmu bahwa hukumnya adalah sunnah muakkad dikerjakan pada bulan yang mulia ini. Tarawih adalah sebuah syariat agung dari syariat-syariat Islam. Dan telah shahîh dalam banyak hadîts bahwa Rasulullah mendorong pelaksanaan qiyamullail di bulan Ramadhan, hanya saja beliau tidak memerintahkannya kepada mereka dengan tegas.
Di antara hadîts-hadîts tersebut adalah sabda Nabi :
« مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »
"Barangsiapa mendirikan qiyamullail di bulan Ramadhan karena iman dan berharap pahala maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaqun 'Alaih)
Rasulullah pernah shalat dalam sebuah jama'ah kemudian beliau meninggalkan qiyamullail secara berjama'ah tersebut karena takut akan diwajibkan atas umat beliau, sebagaimana telah disebutkan oleh Ummul Mukminin Aisyah.
Setelah itu, kaum muslimin meneruskan shalat tarawih tersebut sebagaimana Rasulullah shalat. Mereka shalat tarawih sesuai dengan pilihan masing-masing. Ada yang shalat berjama'ah, dan ada pula yang sendirian hingga Umar mengumpulkan mereka dengan satu Imâm yang mengimami mereka dalam shalat tarawih. Dan itulah jama'ah tarawih dengan satu Imâm yang dilakukan untuk pertama kalinya dalam bulan Ramadhan, secara terus-menerus.
Imâm al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya dari 'Abdurrahman bin 'Abdil Qori dia berkata: "Aku keluar bersama Umar ibn al-Khaththab dalam bulan Ramadhan menuju masjid. Ternyata di masjid terdapat kelompok-kelompok orang yang berpencar; ada seseorang yang shalat sendirian, ada pula seseorang yang shalat dan diikuti oleh beberapa orang di belakangnya.
Maka berkatalah Umar: "Menurutku, seandainya mereka kukumpulkan dengan satu imâm tentunya hal itu lebih baik." Kemudian dia bertekad mengumpulkan mereka dengan Imâm Ubay ibn Ka'b. Kemudian aku keluar bersamanya pada malam yang lain, dan manusia shalat bersama Imâm mereka. Berkatalah Umar: "Ini adalah sebaik-baik bid'ah, dan yang tidur darinya lebih utama dari yang berdiri shalat (pada saat ini)." Yang dia kehendaki adalah shalat di akhir malam (lebih utama), sementara manusia saat itu shalat di awal malam.
Sa'id ibn Manshur meriwayatkan dalam Sunnahnya, bahwa Umar mengumpulkan manusia dengan Ubay Ibn Ka'b sebagai imamnya, dan dia shalat mengimami kaum laki-laki, sementara Tamim ad-Dari mengimami kaum perempuan.
Adapun tentang penentuan jumlah rakaatnya, maka tidak pernah ada pembatasannya dari Nabi , kecuali dari perbuatan Nabi yang mana beliau shalat 11 rakaat sebagaimana telah dijelaskan oleh Ummul Mukminin Aisyah saat dia ditanya tentang tata cara shalat Rasulullah dalam bulan Ramadhan.
Dia menjawab:
« مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ عَلىَ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةٍ ، يُصَلِّيْ أَرْبَعًا، فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ، ثُمَّ يُصِلِّيْ أَرْبَعًا، فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّيْ ثَلاَثا »
"Rasulullah tidak pernah menambah shalatnya dalam bulan Ramadhan juga dalam bulan selainnya lebih dari 11 rakaat, beliau shalat empat rakaat (dengan 2 kali salam), maka jangan bertanya bagaimana bagus dan panjangnya shalat beliau. Kemudian beliau shalat empat rakaat, maka jangan bertanya bagaimana bagus dan panjangnya shalat beliau. Kemudian beliau shalat tiga rakaat." (Muttafaqun 'Alaih)
Akan tetapi perbuatan dari Nabi ini tidak menunjukkan kewajiban bilangan tersebut, maka boleh menambah lebih dari itu, meskipun menjaga bilangan yang datang dalam sunnah yaitu 11 rakaat, yang dilakukan dengan memperpanjang shalat dan tidak menyusahkan manusia adalah lebih utama dan sempurna.
Dan telah tetap dari sebagian salaf bahwa mereka menambahi bilangan ini, di mana hal tersebut menunjukkan bahwa ini adalah perkara yang luas.
Syaikhul Islam Ibn Taimiyah / mengatakan: "Boleh baginya shalat dua puluh rakaat, sebagaimana hal tersebut masyhur dari pendapat Ahmad dan Syafi'i, boleh juga shalat tiga puluh enam rakaat sebagaimana pendapat Malik, boleh pula shalat sebelas rakaat, tiga belas rakaat dan seterusnya. Dan yang benar adalah bahwa semua bilangan tersebut baik, sebagaimana telah disebutkan oleh Imâm Ahmad / bahwa beliau tidak menentukan jumlah bilangan qiyamullail dalam Ramadhan dikarenakan Nabi tidak menentukan bilangan shalat di dalamnya, dan saat itu banyak atau sedikitnya rakaat disesuaikan dengan panjang dan pendeknya berdiri."
Adapun berkenaan dengan waktunya, maka membentang dari setelah shalat Isya' hingga sesaat sebelum shalat fajar. Sedangkan shalat witir maka sudah termasuk di dalam rangkaian shalat tarawih tersebut.
Boleh melakukan shalat witir, di awal malam dan di akhir malam. Dan yang lebih utama adalah menjadikannya di akhir malam. Berdasarkan sabda Nabi :
« اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ باللَّيْلِ وِتْرًا »
"Jadikanlah witir sebagai shalat terakhir kalian di malam hari." (Muttafaqun alaih)
Maka jika telah melakukan witir di awal malam, kemudian diberi kemudahan untuk shalat di akhir malam, maka janganlah melakukan shalat witir untuk kedua kalinya.
Berdasarkan sabda Nabi :
« لاَ وِتْرَانِ فِيْ لَيْلَةٍ »
"Tidak ada dua witir dalam satu malam." (HR. Turmudzi dan yang lainnya.)
Dibolehkan bagi wanita untuk mengikuti shalat tarawih berdasarkan sabda Nabi :
« لاَ تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللهِ مَسَاجِدَ اللهِ »
"Janganlah kalian melarang hamba-hamba Allah dari kaum wanita (untuk menuju) ke masjid-masjid Allah." (HR. Bukhari dan yang lainnya.)
Akan tetapi dengan syarat tidak ada fitnah, datang dengan menutup aurat, berhijab sempurna tanpa mengenakan minyak wangi, perhiasan, dan melembutkan perkataan. Rasulullah bersabda:
« أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بُخُوْرًا فَلاَ تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ اْلآخِرَةَ »
"Wanita mana saja yang terkena Bakhur (minyak wangi bakar), maka janganlah shalat Isya bersama kami." (HR. Muslim)
Maka bersemangatlah wahai saudaraku untuk menjaga sunnah yang berkah ini, kerjakanlah bersama dengan jama'ah, dan janganlah berpaling dari imam hingga Imâm menyelesaikan salamnya agar ditulis untukmu pahala shalat semalam suntuk.
Mudah-mudahan Allah memberikan taufik kepada kami dan anda menuju setiap kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar