Translate

Senin, 18 Agustus 2014

SYUBHAT INKAR ADZAB KUBUR DAN BANTAHANNYA


Oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi
Dari dulu hingga sekarang banyak orang yang tidak mengikuti sunnah dalam memahami islam, akibatnya kesimpulan yang dihasilkan salah dan jauh dari Islam. Jika hal itu dalam bidang fikih mungkin tidak seberapa, akan tetapi jika dalam akidah maka hal itu bisa menjadi celaka, karena masuk ke dalam ahli bid'ah yang berat. Diantara pemahaman yang salah kaprah lagi turun temurun (dikalangan ahli bid'ah) adalah pengikaran terhadap adanya adzab di alam barzakh (alam kubur). Berikut ini adalah sebagaian syubhat (kerancuan berpikir) mereka sekaligus bantahannya.
Sesungguhnya dalil yang digunakan oleh para pengingkar adzab kubur dan nikmatnya untuk membenarkan keyakinan mereka yang salah adalah firman Allah :
+ _
“Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia.”
(QS. Ad-Dukhkhan: 56)
Mereka mengatakan bahwa seandainya mereka hidup didalam kuburan maka tentunya mereka akan merasakan kematian untuk yang kedua kalinya; sekali dalam kehidupan dunia, dan sekali dalam kehidupan mereka di alam barzakh.
Mereka menguatkan keingkaran mereka juga dengan firman Allah Ta'ala:
+ • _
“Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar” (QS. Fathir: 22)
Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya tujuan konteks ayat tersebut adalah penyerupaan orang-orang kafir dengan penghuni kubur dalam peniadaan pendengaran. Maka kalau mayit yang ada di dalam kubur itu hidup, atau bisa merasakan, berarti penyerupaan ini tidaklah benar.
Ini semuanya adalah dari sisi dalil naqli (nash, wahyu), adapun dari sisi akal (logika) mereka mengatakan bahwa: "sesungguhnya kita melihat bahwa orang yang disalib dan dibiarkan dalam keadaan disalib hingga bagian-bagian tubuhnya hilang, kita tidak pernah melihat padanya tanda-tanda kehidupan apapun, kita tidak melihatnya diadzab, tidak pula dia diberi nikmat. Kita melihat adanya seorang laki-laki yang dibakar, dimakan binatang buas, kita tidak melihat bekas dari apa yang kalian katakana tentang adanya adzab dan nikmat kubur."
Bantahan atas syubhat tersebut:
Sesungguhnya iman dengan kehidupan orang-orang mati dalam alam kubur mereka tidaklah mengharuskan adanya kesamaan kehidupan mereka di alam barzakh dengan kehidupan mereka di dunia. Bahkan itu adalah sebuah kehidupan yang khusus yang Allah Ta'ala telah menetapkannya bagi mereka. Berdasarkan hal tersebut, maka perkataan orang-orang yang mengingkari adzab dan nikmat kubur--dengan alasan bahwa jika orang-orang yang telah mati itu diberi nikmat dan diadzab berarti mereka akan mendapatkan kematian untuk yang kedua kalinya--tidaklah mesti demikian kecuali jika mereka menyamakan antara dua kehidupan tadi.
Titik tolak kerancuan ini para pengingkar adzab kubur ini adalah persangkaan mereka bahwa kematian itu adalah tidak berfungsinya seluruh panca indera hingga tidak bisa merasakan segala sesuatu. Anggapan demikian ini dibantah oleh nash-nash syar’i (pernyataan agama) dari kitab al-Qur'an dan sunnah nabi Muhammad.
Kemudian, ayat yang pertama tadi datang dalam bentuk kenikmatan yang dianugerahkan kepada penghuni sorga bahwa mereka kekal didalamnya dan tidak akan merasakan kematian selain kematian yang telah mereka rasakan dalam kehidupan mereka didunia. Ayat tersebut sama sekali tidak berbicara tentang adzab dan nikmat kubur, sama sekali tidak ada hubungannya alam kubur.
Maka berdalil dengan ayat tersebut adalah sebuah pemaksaan yang tidak pada tempatnya.
Adapun dalil mereka dengan ayat:
+ • _
“Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar” (QS. Fathir: 22)
Maka jawabnya adalah ayat tersebut turun dalam konteks penyerupaan keadaan orang-orang kafir yang tidak bermanfaat bagi mereka nasihat ayat al-Qur`an dengan keadaan para penghuni kubur yang tidak bisa mengambil manfaat sama sekali dari orang-orang yang menyampaikan nasehat kepadanya.
Jadi ayat tersebut menafikan (menegasikan) manfaat dari pendengaran, bukan menafikan pendengaran secara mutlak dengan dalil bahwa orang-orang kafir--yaitu orang-orang yang disebut sebagai al-Amwat dalam ayat tersebut-- mendengar ayat-ayat itu tanpa ada keraguan, akan tetapi mereka tidak bisa mengambil manfaat sama sekali.
Ini berkenaan dengan jawaban dalil-dalil mereka secara naql atas pengingkaran adzab dan nikmat kubur. Adapun dalil mereka secara akal dan perasaan, maka kita jawab dari beberapa sisi:
Pertama, bahwasannya Allah telah menutup pengetahuan kita akan apa yang terjadi pada diri mayit sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada kita, agar kita tidak meninggalkan penguburan mayat. Nabi telah bersabda:
إِنَّ هَذِهِ الْأُمَّةَ تُبْتَلَى فِيْ قُبُوْرِهَا، فَلَوْلَا أَنْ لاَ تَدَافَنُوْا لَدَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Sesungguhnya umat ini diuji didalam (alam) kuburannya, maka seandainya saja kalian tidak saling menguburkan, tentunya aku akan berdo’a kepada Allah agar memperdengarkan kepada kalian sebagaian dari adzab kubur.” (HR. Muslim)
Kedua, ketidak adanya pengetahuan kita terhadap apa yang terjadi pada mayit berupa adzab atau nikmat kubur tidaklah menunjukkan ketidak adaannya. Kekuasaan Allah Ta'ala tidaklah terbatas, Dia Maha Kuasa untuk mengadzab atau memberikan nikmat kepada orang yang mati terbakar, atau mati termangsa binatang buas. Tidak ada sesuatupun yang sulit bagi Allah Ta'ala, dan Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Ketiga, bahwasannya kita melihat pada hari ini berbagai macam cara penyiksaan yang beraneka ragam, dan penyiksaan-penyiksaan tersebut tidaklah memberikan bekas ditubuh, seperti siksaan listrk atau siksaat jiwa. Itu adalah satu macam bentuk penyiksaan, dan bisa jadi menjadi siksaan yang lebih berat dari siksaan yang meninggalkan bekas luka di tubuh.
Keempat, bahwasannya termasuk pokok keimanan kita adalah iman kepada ilmu ghaib, dan adzab kubur termasuk iman kepada yang ghaib. Pengingkaran terhadap adzab dan nikmat kubur dengan alasan bahwa hal tidak tampak dan tidak kita rasakan, adalah membuka pintu penentangan terhadap yang ghaib selebar-lebarnya.
Para malaikat berkeliling disekitar kita dan menulis kebaikan serta keburukan kita dan kita tidak pernah melihatnya, akan tetapi sekalipun demikian kita tetap mengimaninya, begitupula jin. Maka apakah dengan tidak melihatnya kita jadikan sebagai justifikasi pengingkaran terhadap perkara ghaib tersebut?!
Alangkah kerdilnya cara pandang dan logika seperti ini.
Maka dengan demikian, tampak bahwa barangsiapa mengingkari adzab dan nikmat kubur tidaklah mereka memiliki ilmu kecuali hanyalah kebimbangan, persangkaan dan dugaan. Bagi orang mukmin bahwasannya dalil-dalil dari kitab dan sunah telah tegak dalam menetapkannya dan membenarkannya. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar