Translate

Jumat, 31 Oktober 2014

Tergesa-gesa

Tergesa-gesa adalah tabiat manusia. Allah berfirman:
“manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa” (al-Anbiya: 37)
manusia terkadang tergesa-gesa untuk mendapatkan atau mengerjakan sesuatu. Tergesa-gesa adalah penyakit manusia.
“tidak tergesa-gesa/ketenangan datangnya dari Allah, sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan.” (HR. Abu Ya’la: IV/206, Baihaqi: X/104)
inilah hukum asal dari tergesa-gesa. Semuanya berasal dari bisikan setan. Dan maksud dari hadits di atas adalah agar kita menghindari ataupun membuang sifat tergesa-gesa.
CONTOH TERGESA-GESA YANG BURUK
1. Tergesa-gesa dalam berdo’a
“senantiasa (do’a) seorang hamba dikabulkan sekama dia tidak memohon suatu dosa, memutus tali silaturahmi dan tidak tergesa-gesa.” (HR. Muslim: 2735/92)
dalam berdo’a disunnahkan bersikap tenang dan tidak tergesa-gesa, agar apa yang dia ucapkan atau yang ia minta tidak salah.
2. Tergesa-gesa menuju masjid
“jika telah dikumandangkan iqamah shalat, janganlah kalian mendatanginya dengan berlari, tetapi datangilah dengan tenang” (HR. Muslim 602/105)
jika mendatangi masjid dengan tergesa-gesa bisa saja anda terjatuh karena tersandung atau berkeringat sehingga bau badan dan menganggu orang lain. Bahkan memakan bawang ke masjid itu tidak boleh.
3. Tergesa-gesa ketika makan
“jika seorang dari kalian sedang makan, maka janganlah tergesa-gesa sampai dia menuntaskan makannya, meskipun iqamah telah dikumandangkan.” (HR. Bukhary: 673)
salah satu faedah dari hadits ini adalah mencegah kita tersendat ketika makan dan sehingga kita bisa mengunyah dengan sempurna dan baik dalam pencernaan.
4. Cepat dalam berbicara dan mengajar.
Tergesa-gesa semacam ini dapat mengurangi faidah dari berbicara, kita disunnahkan berbicara yang baik dan dengan cara yang baik pula. Dan Nabi ketika bicara tidak cepat tidak pula terlalu lambat.
“sesungguhnya Rasulullah ketika berbicara, jika seseorang ingin menghitungnya, niscaya dia akan bisa menghitungnya.” (HR. Bukhari: 3568)
5. Tergesa-gesa dalam menuntut ilmu.
Menuntut ilmu perlu kesabaran, oleh karena itu, penuntut ilmu tidak boleh tergesa-gesa dalam melihat hasilnya.
7. Tergesa-gesa dalam berdakwah
dakwah membutuhkan kesabaran yang tinggi. Mengubah orang yang berbeda pemahaman dengan kita tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Oleh karena itu, Allah melarang minum khamr dengan bertahap. Pada awalnya dilarang untuk shalat berjama’ah dalam keadaan mabuk, hingga akhirnya diharamkan secara total.
Berdakwah juga memerlukan ilmu, yaitu: ilmu tentang apa yang didakwahlan, cara berdakwah dan penyampaiannya, ilmu tetang orang yang di dakwahinya.
ditulis oleh:
Omar Ibrahim al-Batawy
Sumber: disadur dari majalah As-Sunnah edisi VI thn XV, sekmen Tafsir.
Dengan syarah (penjelasan) dan tambahan dari saya.

Sabtu, 04 Oktober 2014

KITA AKAN BERTEMU DI SORGA


Oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi
Ibnul Jauzi meriwayatkan dalam Shifatus Shafwah, sebuah kisah seorang laki-laki shaleh, namanya adalah Abu Qudamah as-Syami (berasal dari Syam, yang sekarang adalah Palestina, Syuria dan Yordania serta tanah yang dijajah oleh Yahudi bani Israel Zionis yang biasa disebut negara Israel).
Dia adalah seorang laki-laki yang dicintakan terhadap jihad dan perang di jalan Allah. Tidaklah dia mendengar sebuah peperangan di jalan Allah, peperangan antara kaum muslimin dengan orang-orang kafir kecuali dia akan bersegera berperang bersama kaum muslimin di dalamnya. Suatu ketika, dia duduk di masjid nabawi, kemudian seseorang bertanya kepadanya, ‘Wahai Abu Qudamah, anda adalah seorang laki-laki yang telah dicintakan kepada jihad dan perang di jalan Allah, maka ceritakanlah kepada kami sebuah kisah paling menakjubkan yang anda lihat dalam perkara jihad dan perang.
Maka berkatalah Abu Qudamah, ‘Sesungguhnya aku akan menceritakannya kepada kalian tentang hal itu:
Suatu ketika aku keluar bersama dengan sahabat-sahabatku untuk memerangi kaum salibis pada sebagian benteng pertahanan di garis perbatasan negeri islam dengan negeri kafir. Ditengah perjalanan, aku melewati Iraq, kemudian aku membeli seekor onta untuk mengangkut persenjataanku. Kemudian aku memberikan nasihat kepada manusia di masjid-masjid mereka, dan aku dorong mereka untuk berjihad dan berinfak di jalan Allah. Tatkala malam datang, aku menyewa sebuah rumah sebagai tempat menginap. Setelah sebagian malam berlalu, tiba-tiba pintuku diketuk, disaat kubuka ternyata dia adalah seorang wanita yang terbungkus oleh jilbabnya.
Kukatakan, ‘Apa yang engkau inginkan?’
Dia menjawab, ‘Anda Abu Qudamah?’
‘Ya,’ jawabku.
Dia bertanya, ‘Engkaukah yang telah mengumpulkan harta pada hari ini untuk dibawa ke medan jihad?’
Kujawab, ‘Ya.’ Kemudian dia menyerahkan secarik kertas, dan sepotong kain yang terikat, lalu dia pergi sambil menangis. Kemudian aku melihat kepada secarik kertas tersebut. Ternyata didalamnya tertulis, ‘Sesungguhnya engkau telah mengajak kami untuk berjihad, sedang aku tidak memiliki kemampuan untuk itu, maka kupotonglah barang terbaik yang ada padaku. Keduanya adalah kedua jalinan rambutku. Kuberikan kepadamu agar engkau menjadikannya sebagai tali kudamu, mudah-mudahan Allah melihat rambutku sebagai tali kudamu di jalan Allah, kemudian Dia mengampuniku.’
Abu Qudamah berkata, ‘Akupun takjub, demi Allah, takjub terhadap semangat dan usahanya, serta besarnya kerinduannya terhadap ampunan dan sorga.’
Di pagi hari, aku dan sahabat-sahabatku keluar. Tiba-tiba ada seekor penunggang kuda berterikan di belakang kami menyeru seraya berkata, ‘Wahai Abu Qudamah, wahai Abu Qudamah, berhentilah, mudah-mudahan Allah merahmati anda.’
Abu Qudamah berkata, ‘Kukatakan kepada para sahabatku, ‘Kalian pergi dulu, aku akan melihat berita dari penunggang kuda ini.’ Tatkala aku kembali kepadanya, dia berkata lebih dulu, ‘Segala puji bagi Allah, yang tidak menghalangiku dari menyertaimu, dan tidak menolakku dengan tangan hampa.’
Kukatakan kepadanya, ‘Apa yang engkau inginkan?’ dia menjawab, ‘Aku ingin keluar bersama kalian untuk berperang.’
Kemudian kukatakan kepadanya, ‘Buka wajahmu, aku ingin melihat, jika engkau dewasa dan layak berperang, maka aku terima, jika engkau masih kecil, dan tidak layak jihad, maka aku tolak.’
Maka diapun menyibak penutup wajahnya, ternyata sebuah wajah yang bersih seperti rembulan, dan ternyata dia adalah seorang pemuda berusia 17 tahun.
Kukatakan kepadanya, ‘Wahai putraku, apakah engkau punya ayah?’
Dia menjawab, ‘Orang-orang salibis telah membunuhnya, dan sekarang saya akan keluar untuk memerangi orang-orang yang telah membunuh ayahku.’
‘Apakah engkau memiliki seorang ibu?’
Dia menjawab, ‘Ya.’
Kukatakan, ‘Pulanglah kepada ibumu, berbuat baiklah dalam melayaninya, dikarenakan sorga ada di bawah kakinya.’
Dia berkata, ‘Tidakkah anda telah mengetahui ibuku?’
‘Tidak’ jawabku.
Dia berkata, ‘Ibuku adalah pemilik titipan itu.’
‘Titipan yang mana?’ tanyaku.
Dia menjawab, ‘Dia adalah pemilik dua jalinan rambut.’
‘Dua jalinan Rambut yang mana? Tanyaku lagi
Dia menjawab, ‘Subhanallah, betapa cepat lupamu, tidakkah anda menginat seorang wanita yang mendatangi anda tadi malam?’
‘Ya,’ jawabku. Dia berkata, ‘Dia adalah ibuku, dia memerintahku untuk keluar berjihad. Dia menyumpahiku untuk tidak kembali. Dia berkata kepadaku, ‘Wahai putraku, jika engkau menemui orang-orang kafir, maka jangan berpaling mundur, hibahkanlah jiwamu kepada Allah, mintalah berada disisi Allah, disisi tempat tinggal ayah dan paman-pamanmu di sorga.
Jika Allah memberimu rizqi syahid, berikanlah syafaat kepadaku.’ Kemudian dia memelukku di dadanya, lalu mengangkat pandangannya ke langit seraya berkata, ‘Ya ilâhî, ya Sayyidi, wahai Maulay, (Ya Allah. Sesembahanku, tuhanku dan penolongku) inilah putraku, kecintaanku, buah hatiku, kuserahkan dia pada-Mu, dekatkanlah dia kepada ayah dan paman-pamannya.’
Kemudian dia berkata, ‘Aku memohon kepadamu dengan nama Allah, agar engkau jangan menghalangiku dari peperangan bersamamu di jalan Allah. Insya Allah, aku adalah seorang syahid putra dari seorang syahid, sesungguhnya aku hafal al-Qur`an, aku mahir berkuda dan memanah, maka jangan remehkan aku karena mudanya usiaku.’
Abu Qudamah berkata, ‘Tatkala aku mendengar itu, akupun mengambilnya bersama kami. Demi Allah, kami tidak melihat orang yang lebih rajin daripadanya, jika kami menaiki kendaraan, dia lebih cepat dari kami, jika kami turun kendaraan , dia lebih gesit dari kami. Dan pada setiap kondisinya, lisannya tidak pernah lepas sama sekali dari dzikir kepada Allah Ta'ala.
Kemudian kamipun singgah di sebuah tempat. Kami saat itu dalam keadaan berpuasa, kemudian kami berkeinginan untuk membuat makanan kami. Maka pemuda itu bersumpah untuk tidak membuat makanan kecuali dia. Kamipun menolaknya, dan diapun bersikeras pula menolak pandangan kami. Kemudian pergi membuat makanan, lalu terlambat datang kepada kami.
Maka salah seorang sahabatku berkata kepadaku, ‘Wahai Abu Qudamah, pergilah, lihatlah urusan sahabatmu itu.’ Tatkala aku pergi, ternyata pemuda itu telah menyalakan api dengan kayu bakar, dan telah meletakkan ketel diatasnya, kemudian kelelahan, tidak bisa melawan kantuk, dan dia meletakkan kepalanya diatas batu lalu tidur.
Akupun tidak ingin membangunkannya dari tidurnya, juga tidak suka kembali kepada sahabat-sahabatku dengan tangan kosong. Maka akupun membuat makanan sendiri, sementara pemuda tersebut berada pada jarak pandangku. Disaat dia tidur, aku perhatikan dia mulai tersenyum. Kemudian semakin lebar senyumnya, hingga aku takjub. Kemudian dia mulai tertawa, dan semakin keras tawanya, lalu terbangun. Tatkala pemuda itu melihatku, dia terkejut lalu berkata, ‘Wahai pamanku, aku terlambat, biarlah aku yang membuat makanan untuk anda, aku adalah pelayan kalian dalam jihad.’
Abu Qudaham berkata, ‘Tidak, demi Allah, engkau tidak boleh membuat makanan bagi kami hingga engkau memberitahukan kepadaku apa yang telah engkau lihat dalam mimpimu, yang membuatmu tersenyum dan tertawa.’
Dia berkata, ‘Wahai pamanku, ini adalah sebuah mimpi yang aku melihatnya…’
Aku berkata, ‘Aku bersumpah demi Allah, kabarkanlah kepadaku tentangnya.’
Dia berkata, ‘Sudahlah, tinggalkan mimpi itu, antara aku dengan Allah Ta'ala.’
Kukatakan, ‘Aku bersumpah, kabarkanlah mimpi itu.’
Dia berkata, ‘Wahai pamanku, aku melihat dalam mimpiku, bahwa aku masuk sorga, ternyata dia sangat indah, dan cantik seperti yang dikabarkan oleh Allah Ta'ala dalam kitab-Nya. Disaat aku berjalan di dalamnya, yang saat itu aku sangat takjub dengan keindahan dan kecantikannya, tiba-tiba aku melihat sebuah istana yang berkilauan cahayanya. Batu batanya dari emas, dan perak, balkonnya terbuat dari mutiara, yaqut, dan jauhar. Pintu-pintunya terbuat dari emas. Ternyata, disana ada tabir yang dijulurkan diatas balkonnya, tiba-tiba ada gadis-gadis muda mengangkat tabir tersebut, wajah-wajah mereka seperti rembulan.
Disaat aku melihat kecantikan mereka, akupun memandangi mereka, dan takjub dengan kecantikan mereka. Tiba-tiba salah satu gadis muda yang paling cantik diantara mereka memberikan isyarat kepadaku dan berbicara dengan temannya seraya berkata, ‘Inilah dia suami al-Mardhiyah (wanita yang diridhai), inilah suami al-Mardhiyah.’ Kukatakan kepadanya, ‘Engkaukah al-Mardiyah?’
Dia menjawab, ‘Aku hanyalah salah satu pelayan dari pelayan-pelayan al-Mardhiyah, engkau menginginkan al-Mardhiyah? Masuklah ke istana. Majulah, mudah-mudahan Allah merahmatimu.’
Ternyata di bagian atas istana tersebut terdapat sebuah kamar dari emas merah, diatasnya terdapt sebuah ranjang zamrud hijau, penyangganya terbuat dari perak putih, dan diatasnya ada seorang gadis muda yang wajah seperti matahari, seandainya saja Allah tidak menetapkan mataku pastilah akan buta, dan hilanglah akalaku karena keindahan kamar istana serta kecantikan bidadari tersebut..
Tatkala gadis muda itu melihatku, dia berkata, ‘Selamat datang wali dan kekasih Allah, aku adalah milikmu dan engkau adalah milikku.’ Tatkala aku mendengar ucapannya, akupun mendekatinya dan hampir aku letakkan tanganku diatasnya, dia berkata, ‘Wahai kekasihku, kehidupanmu tinggal sedikit, waktu pertemuan kita adalah besok setelah shalat dzuhur.’ Maka akupun tersenyum dan berbahagia akan hal itu wahai pamanku.’
Lalu kutakatan kepadanya, ‘Engkau telah bermimpi indah, Insya Allah.’
Kemudiaan kami makan makanan kami, lalu kami beranjak menuju sahabat-sahabat kami yang berada di garis perbatasan pertahanan, kemudian musuh kamipun datang, lalu panglima kami menyiapkan barisan pasukan.
Disaat aku memperhatikan manusia, ternyata masing-masing diantara mereka mengumpulkan kerabat-kerabat dan saudara-saudaranya di sekitarnya, kecuali pemuda tersebut. Lalu aku mencarinya, dan kutemukan dia berada di barisan depan pasukan. Lalu akupun mendatanginya, lalu kukatakan, ‘Wahai putraku, apakah engkau mahir dalam perkara jihad?’ dia menjawab, ‘Tidak, wahai paman, demi Allah, ini adalah peperangan pertamaku melawan orang-orang kafir.’
Lalu kukatakan, ‘Wahai putraku sesungguhnya perkara ini tidak seperti yang engkau bayangkan, sesungguhnya perkara ini adalah peperangan dan darah.. Maka, wahai putraku, mari beradalah di bagian akhir pasukan, jika kita menang, maka engkau bersama kami termasuk bagian orang-orang yang menang, dan jika kita dikalahkan, maka engkau bukanlah korban pertama kali.’
Diapun berkata dengan heran, ‘Engkau mengucapkan hal itu kepadaku?’
Kukatakan, ‘Ya, kukatakan hal itu kepadamu.’
Dia berkata, ‘Wahai paman, apakah engkau ingin aku termasuk golongan penghuni neraka?’
Kujawab, ‘A’udzu billah, tidak, demi Allah, demi Allah, tidaklah kita datang menuju jihad kecuali karena takut dari api neraka.’
Pemuda itupun berkata, ‘Allah Ta'ala berfirman.:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, Maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, Maka Sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. dan Amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. Al-Anfal: 15-16)
‘Apakah engkau ingin aku membelakangi mereka, hingga aku menjadi penghuni neraka?’
Demi Allah, aku sungguh takjub dengan semangat dan teguhnya dia berpegang dengan ayat-ayat al-Qur`an. Kukatakan kepadanya, ‘Sesungguhnya ayat itu jalan keluarnya tidaklah seperti ucapanmu.’ Diapun tidak mau kembali, lalu aku pegang tangannya kukembalikan ke barisan terakhir, diapun menarik tangannya dariku kemudian mulailah peperangan sementara kami dalam keadaan seperti itu. Lalu kami pun disibukkan dengan peperangan.
Kemudian lembing-lembingpun dilempar, pedang-pedang terhunus, ubun-ubunpun pecah, tangan dan kakipun berterbangan. Perangpun semakin berkecamuk dengan keras, hingga masing-masing sibuk dengan dirinya sendiri. Hingga datanglah waktu shalat dzuhur, dan Allah Ta'ala menghancurkan kaum salibis. Tatkala kami menang, akupun mengumpulkan sahabat-sahabatku, lalu kami shalat dzuhur, setelah itu masing-masing pergi mencari keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Kecuali pemuda tersebut, tidak ada seorangpun yang bertanya tentangnya, lalu akupun pergi mencarinya, disaat aku mencarinya, tiba-tiba ada suara berkata, ‘Wahai manusia bawa kemari pamanku, Abu Qudamah, bawa kemari pamanku Abu Qudamah.’
Akupun menoleh kepada sumber suara, ternyata itu adalah satu tubuh, tubuh pemuda tersebut. Tombak telah menancap padanya, kuda telah menginjaknya hingga tercabiklah dagingnya, anggota-anggota tubuhnya telah terpisah, dan tulang-tulangnya telah pecah, dia adalah seorang yatim yang terlempar di padang pasir.
Abu Qudamah berkata, ‘Akupun menuju kepadanya, mendekat dihadapannya seraya berteriak, ‘Aku Abu Qudamah, ini aku Abu Qudamah.’
Dia berkata, ‘Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah menghidupkanku hingga aku berwasiat kepadamu, maka dengarkanlah wasiatku.’
Abu Qudamah berkata, ‘Aku pun menangis, demi Allah, karena ketampanannya, dan karena belas kasihan kepada ibunya, tida terkena musibah besar pada tahun pertama dengan kehilangan ayah pemuda ini, kemudian paman-pamnya, dan sekarang dia tertimpa musibah dengan pemuda ini. Lalu aku mengambil ujung bajuku kemudian kuusap darah dari wajahnya.’
Dia berkata, ‘Engkau usap darah dari wajahku dengan bajumu!! Bahkan usaplah darah itu dengan bajuku, tidak dengan bajumu, bajuku lebih berhak kotor daripada bajumu.’
Abu Qudamah berkata, ‘Akupun menangis, demi Allah, aku tidak menemukan jawaban.’
Dia berkata, ‘Wahai paman, aku bersumpah atasmu, jika aku mati, kembalilah dan berikan kabar gembira kepada ibuku, bahwa Allah telah menerima hadiahnya kepada-Nya. Dan bahwa putranya telah terbunuh di jalan Allah, dalam keadaan menghadap musuh tidak dalam keadaan membelakangi musuh. Dan sesungguhnya aku akan menyampaikan salamnya kepada ayahku dan paman-pamanku di sorga.’
Kemudian dia berkata, ‘Wahai paman, sesungguhnya aku khawatir ibuku tidak percaya ucapanmu, maka ambillah sebagian bajuku yang berlumuran darah bersamamu. Dikarenakan jika ibuku melihatnya maka dia akan percaya bahwa aku telah terbunuh. Dan katakan kepadanya bahwa tempat perjanjian pertemuan kita adalah di sorga insya Allah.
‘Wahai paman, sesungguhnya, jika engkau mendatangi rumah kami, maka engkau akan menemukan adik wanitaku yang masih kecil berumur 9 tahun. Tidaklah aku masuk rumah kecuali dia senang dan berbahagia, dan tidaklah aku keluar, kecuali dia menangis dan bersedih. Dia telah berduka dengan terbunuhnya ayah kami pada tahun pertama, dan hari ini dia akan bersedih dengan terbunuhnya aku.
Sesungguhnya dia berkata kepadaku, saat dia melihat aku memakai baju safar, ‘Wahai kakak, jangan terlambat pulang, segeralah pulang kepada kami.’ Maka jika engkau melihatnya, lapangkanlah dadanya dengan beberapa kalimat, katakan kepadanya, ‘Kakakmu berkata kepadamu, ‘Allah adalah penggantiku atasmu (dalam menjagamu).’
Kemudian pemuda itupan menahan rasa sakit pada dirinya sendiri seraya berkata, ‘Wahai paman, mimpiku benar, demi Tuhan pemilik Ka’bah, demi Allah benar-benar aku melihat al-Mardhiyah sekarang di sisi kepalaku, aku tengah mencium baunya…’ kemudian dia tergoncang, lalu keringatpun bercucuran, lalu menarik nafas beberapa tarikan, kemudian meninggal.’
Abu Qudamah berkata, ‘Akupun mengambil sebagian bajunya, tatkalah kami telah menguburnya, tidak ada keinginanpun pada diriku yang lebih besar daripada kembali pulang dan menyampaikan pesan pemuda itu kepada ibunya.’
Lalu akupun pulang, sementara aku tidak tahu siapa nama ibunya, dan tinggal dimana.
Disaat aku berjalan, aku berhenti disisi sebuah rumah, di depan pintunya berdiri seorang gadis kecil, tidak ada seorangpun yang lewat di depan rumahnya yang menurutnya ada bekas safar, kecuali dia bertanya kepadanya, ‘Wahai paman, dari mana anda datang?’ maka dia menjawab, ‘Dari jihad.’ Dia bertanya lagi, ‘Apakah kakakku bersama kalian?” lalu dia menjawab, ‘Aku tidak tahu siapakah itu kakakmu.’ Kemudian dia pergi.
Hal itu berlangsung berkali-kali bersama setiap orang yang lewat, dan jawaban yang samapun dia terima berkali-kali pula. Akhirnya dia menangis, dan berkata, ‘Kenapa aku melihat manusia kembali, sementara kakakku tidak?’
Tatkala aku melihat keadaannya, akupun mendatanginya, lalu dia melihat tanda-tanda safar pada diriku, lalu dia bertanya, ‘Wahai paman, darimana anda datang?’ Kujawab, ‘Dari jihad.’ Dia bertanya lagi, ‘Apakah kakakku bersama anda’
Lalu kukatakan, ‘Dimana ibumu?’
Dia menjawab, ‘Di dalam rumah.’ Lalu diapun masuk rumah dan memanggilnya. Tatkala sang ibu datang dan mendengar suaraku, diapun mengenalku, lantas berkata, ‘Wahai Abu Qudamah, engkau datang untuk berbela sungkawa atau memberikan kabar gembira?’
Kukatakan, ‘Bagaimana aku menjadi pemberi kabar duka dan pemberi kabar gembira?’
Dia berkata, ‘Jika engkau datang memberi kabar kepadaku bahwa putraku terbunuh di jalan Allah, dalam keadaan menghadap musuh, dan tidak membelakanginya, maka engkau telah memberi kabar gembira kepadaku bahwa Allah telah menerima hadiahku yang telah kusiapkan selama 17 tahun. Jika engkau datang untuk mengabarkan bahwa putraku kembali dengan selamat dengan membawa ghanimah, maka engkau telah membawa belasungkawa kepadaku, karena Allah tidak menerima hadiahku kepada-Nya.’
Kukatakan kepadanya, ‘Bahkan aku, demi Allah, akan memberikan kabar gembira, bahwasannya putramu telah terbunuh dalam keadaan menghadap musuh dan tidak membelakangi musuh.’
Diapun berkata, ‘Aku menyangku tidak jujur,’ sementara dia melihat kepada tas. Maka akupun membuka tas, dan ternyata ada darah yang menutupi pakaian. Lalu kukatakan kepadanya, ‘Bukankah ini pakaiannya yang telah kau kenakan kepadanya dengan tanganmu.?’
Lalu dia berkata, ‘Allâhu Akbar, lalu dia bergembira.’
Sedang si kecil, maka diapun menarik nafas lalu terjatuh diatas bumi, lalu sang ibupun terkejut, kemudian masuk rumah membawakannya air yang dituangkannya keatas wajah putrinya. Adapun aku, maka aku duduk membaca al-Qur`an di sisinya. Demi Allah, tidak henti-hentinya dia menarik nafas sambil memanggil nama ayah dan kakaknya, kemudian meninggal.
Lalu ibunyapun mengambil dan membawanya masuk, lalu menutup pintu, dan aku mendengar dia berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku telah persembahkan suamiku, saudara-saudaraku, dan putraku di jalan-Mu, ya Allah aku mohon engkau meridhaiku, dan mengumpulkanku bersama mereka di sorgamu.’